Tim Pusat pada saat wawancara dengan Ibu Merry |
Ibu Merry, ketua salah satu
organisasi sosial di Kota Palembang adalah sosok yang sederhana namun memiliki
semangat 45. Dimulai pada tahun 2005 setelah mengikuti pelatihan penanganan HIV
AIDS, beliau memiliki ide untuk melanjutkan upayanya dengan mendirikan
organisasi sosial. Dari ketertarikan untuk mengabdikan dirinya untuk lingkungan
sekitar, sampai dengan saat ini terus aktif mengelola berbagai program social.
Penanganan HIV/AIDS, anak terlantar, eks narapidana, lansia, korban tindak
kekerasan dan berbagai macam program lainnya.
Seperti hari itu, kami datang
untuk melaksanakan seleksi dan obseravasi lembaga pengelola Asuransi
Kesejahteraan Sosial (Askesos). Beliau menyambut kami dengan sigap dan menjawab
semua pertanyaan dengan jelas dan taktis. Siapa sangka, jawaban yang lancar dan
sistematis tersebut, keluar dari seorang yang mengaku pendidikannya tidak
sampai mencicipi universitas. Saya tanyakan berkali-kali, apakah Bu Merry pernah
kuliah dan berulang kali juga beliau menegaskan tidak pernah. Rupanya beliau
sering mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh instansi dalam
kaitannya sebagai pengelola program, “luar biasa”.
Dalam hal ketertarikannya terjun
mengelola berbagai program social, beliau mengaku dengan enteng panggilan jiwa.
Lebih lanjut menyampaikan bahwa orang tuanya malah tidak mengarahkan ke dunia
yang digelutinya sekarang ini. Kami penasaran bagaimana suami Bu Merry melihat
dirinya memiliki segudang aktifitas, luar biasa ternyata suaminya yang
mendukung penuh seluruh kegiatan Bu Merry. Hal ini terpancar dari raut mukanya
yang berbinar-binar ketika bercerita dukungan suaminya terhadap berbagai
kegiatannya, bahkan tidak sampai disitu urusan rumah tangga pun tidak luput
dari bantuan suaminya. Ternyata suami Ibu Merry lelaki Sumatera tulen yang satu
ini, meruntuhkan mainstream budaya patriaki yang terkenal kolot
dilingkungannya. Pada gilirannya bahwa dibelakang wanita maju ada laki-laki
hebat yang mendukungnya.
Pada setiap kunjungan seleksi dan
observasi Lembaga Pengelola Askesos, kami sering dikejutkan oleh orang-orang
biasa yang berjiwa luar biasa. Pada kenyataannya bukan kami yang memberikan
pelajaran buat mereka, tetapi mereka begitu banyak memberi energi kepada kami.
Banyak sekali Ibu Merry lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia, yang bekerja dalam diam namun memiliki dampak yang
tidak bisa diukur dengan kata-kata. Seperti tahun lalu saya ke Yogyakarta,
bertemu dengan salah-satu penasehat organisasi social yang penuh kesederhaan
dan sudah sepuh, saya tertegun dengan ucapannya yang penuh dengan kebajikan dan
kekuatan.
Atau ketika saya ke Lombok
bertemu dengan pendiri yayasan dan anaknya yang menggantikannya sebagai ketua.
Tinggal di rumah sederhana nun jauh masuk ke pedalaman tapi tanahnya yang luas
dipenuhi dengan bangunan yang rencananya untuk menampung anak-anak tidak mampu
yang akan mondok untuk belajar agama. Menurut pengakuannya, anak-anak tersebut belajar
tanpa dipungut biaya, tapi sayang karena modal yang dimilikinya terbatas
programnya belum dapat berjalan optimal.
Pesan kuat yang saya terima bahwa
mereka mau bersusah payah untuk memikirkan lingkungan sekitar, padahal jika
dilihat kemampuan finansialnya tidak berlebih.Tergelitik dihati saya, jika mereka bisa kenapa saya tidak....