google7996de0c4c7b04f6

Wednesday, February 3, 2016

Katanya "Pahlawan Devisa"

Kondisi Pekerja Migran Laki-laki


      Kunjungan Menteri Sosial ke Tanjung Pinang pada pertengahan Januari 2016, begitu melekat di benak saya tepatnya "mengganggu pikiran". Untuk pertama kalinya begitu menginjakan di lokasi kunjungan ke penampungan pekerja migran bermasalah, langsung tertegun. Kumpulan orang itu seluruhnya laki-laki yang begitu bersemangat menyambut kedatangan Menteri Sosial dengan air muka bahagia. Mereka para pencari nafkah yang berjuang sampai pergi jauh ke negeri orang, mengharap kehidupan yang lebih baik. Meninggalkan anak, istri dan kerabat bahkan beberapa diantaranya ikut mengajak sanak keluarga bersama meluaskan diri mencari rejeki. Sayangnya banyak dari mereka tidak dibekali dokumen yang sah, nasibnya diperburuk dengan bertemu orang yang salah dan berujung dimanfaatkan sehingga harus berhadapan dengan hukum. Nekat saja tidak cukup harus dibekali ilmunya  sehingga kita tidak dibodoh-bodohi. 

Kondisi pekerja migran Wanita
     Apalah daya yang terjadi saat ini mereka dipulangkan dari negara tetangga kemudian ditampung Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) di Tanjung Pinang. Rasa syukur tidak lepas mereka panjatkan karena bisa kembali ke negaranya dengan selamat. Sangat disayangkan beberapa diantaranya dalam kondisi mental yang tidak baik. Tidak bisa saya bayangkan seperti apa keluarganya menerima kondisi orang yang diharapkan, kembali dalam kondisi seperti itu.
Kondisi pekerja migran perempuan tidak jauh berbeda, harapan pulang dengan keberhasilan harus menelan kekecewaan, mirisnya beberapa pekerja pergi sendiri tapi harus pulang berbadan dua. Usia yang masih muda membawanya pada ambisi untuk memenuhi keperluannya sendiri dan harapan membahagiakan orang tua. Nasib berkata lain, PJTKI yang mengirimkannya tidak amanah sehingga mereka harus berujung pada masalah hukum.

    Sebutan “Pahlawan Devisa” ini menjadi ironi manakala dihadapkan dalam kondisi yang tidak menguntungkan dan ketidaktahuannya membawa pada kondisinya saat ini. Tentang para pencari kerja ke luar negeri ini, isu yang tak kunjung tuntas di bahas. Kementerian Sosial, instansi yang menangani para pekerja migran yang kadung bermasalah bak pembuangan akhir dari permasalah hulu yang tak kunjung diurai. Dari upaya moratorium pengiriman pekerja migran  sampai dengan pembukaan lapangan kerja di dalam negeri yang terus diupayakan pemerintah. 

     Mengapa tidak kita belajar dari negara tetangga kita Filipina, pemerintahnya alih-alih melarang pengiriman pekerja migran tetapi mendorong masyarakatnya untuk bekerja ke luar. Menurut Informasi yang pernah disampaikan dalam sebuah workshop Internasional tentang masalah social oleh salah seorang narasumbernya, pemerintah Filipina menyadari bahwa tidak bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada seluruh rakyatnya. Oleh karenanya opsi membuka peluang kerja ke luar didukung penuh oleh pemerintah, bahkan pengelolaannya langsung di tangani pula oleh pemerintah. Mulai dari informasi peluang kerja dari luar, rekrutmen para pencari kerja, penyiapan calon pekerja dengan berbagai keterampilan sesuai dengan permintaan, pengiriman dan regulasi perlindungan terhadap pekerja migran. 

    Seorang teman pernah bertemu dengan pekerja migran dari Filipinan, mereka betul-betul terlatih dan dibekali pengetahuan dan keterampilan terhadap pekerjaannya. Mereka turut dibekali dengan pengetahuan bagaimana cara melindungi diri ketika berhadapan hukum. Pemerintah Filipina mengirimkan pekerja migran yang betul-betul telah disiapkan pengetahuan dan keterampilan yang memadai sesuai tuntutan pekerjaannya. 

    Memang sudah bukan jamannnya lagi saling menyalahkan, hanya saja benang kusut masalah pekerja migran Indonesia belum jua diretas. Pemerintah telah memiliki niat baik untuk menata, tapi tentunya tidak semua pihak senang dengan campur tangan pemerintah. Keterlibatan pihak swasta sebagai PJTKI menambah rumit urusan mengais rejeki dari benang kusut masalah ini. Contohnya ketika saya berkunjung di penampungan tersebut, ada seseorang yang menghampiri saya dengan mengenalkan diri sebagai seseorang yang bekerja di LSM yang mengadvokasi pekerja migran bermasalah. Dia mengaku LSMnya didukung oleh panggede nun di Jakarta sana, sejumlah nama-nama besar dia sebutkan untuk meyakinkan saya bahwa lembaganya tidak main-main. Misinya adalah menjemput salah seorang Pekerja Migran yang ditampung, dengan alasan keluarganya sudah menunggu. Dia minta bantuan untuk mengeluarkan orang yang dia tunjukan namanya ke saya, ketika ditanya kenapa tidak langsung menghubungi penanggung jawab penampungan, dia berdalih sulit menghubungi ketua kelompoknya. Saya tidak menanggapi orang tersebut dan terus berlalu bertepatan dengan mentri telah selesai berkunjung sehingga saya dan tim harus segera meninggalkan tempat.

     Sepanjang perjalanan saya begitu marah dan kesal, bagaimana bisa dengan mata kepala saya sendiri di tengah-tengah kunjungan menteri dan aparat yang berada disana, calo “ke****” itu berani beraksi. Manusia yang mendapatkan uang dari hasil menjual orang itu betul-betul saya temui. Saya pernah mendapatkan kabar dari teman yang sehari-hari bertugas dipenampungan, para calo itu berkeliaran bahkan disekitar penampungan untuk menculik pekerja migran bermasalah tersebut agar bisa kembali diselundupkan. Cerita itu benar-benar terjadi dan buat saya itu sangat “mengerikan” manusia jual manusia.

     Kritik-mengkritik permasalahan ini tidak akan menuntaskan akar permasalahannya, begitu pula memaki-maki pemerintah untuk memberhentikan pengiriman pekerja migran hanya menyisakan pengiriman pekerja migran illegal yang semakin meningkat. Aksi marah salah seorang anggota dewan terhormat yang dengan lantang meminta pemberhentian pengiriman pekerja migran yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dengaa alasan “mempermalukan bangsa Indonesia”. Hallooooo kemana saja anda?

     Buat saya yang nun jauh berkutat dibalik meja, menitipkan pesan untuk pendamping PKH. Menteri Sosial meminta agar pekerja migran perempuan yang baru saja dipulangkan ke daerah asalnya untuk didata apakah bisa menjadi calon peserta PKH, Khususnya daerah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, NTT dan beberapa wilayah lainnya. Silahkan menghubungi Korwil masing-masing untuk menindaklanjuti ini, data-data sudah diserahkan oleh manajemen ke seluruh koreg. Selanjutnya bagi pendamping yang bertugas dikantong-kantong pengirim pekerja migran, jika ditemui KSM yang berkeinginan menjadi pekerja migran, tidak perlu dilarang, saya menyarankan justru segera anda bantu. Tentunya bukan dibantu untuk membiayai mereka supaya bisa pergi. Saya tahu ko berapa gaji temen-temen pendamping he…he.  Maksud saya dibantu dicarikan informasi maupun menghubungkannya dengan pihak-pihak yang tepat.  Mana tahu kalau mereka pulang dan berhasil anda kebagian ringgit atau riyalnya (ngarep.com).

     Meminjam sepenggal quote dari Kang Ridwan Kamil walikota kesayangan sayah di Bandung "Mari menjadi bagian dari solusi alih-alih jadi pencaci" …………………………

Foto bersama dengan Manteri Sosial